Selamat Menjalankan IBADAH PUASA dan MOHON MAAF LAHIR BATIN

Budaya Pernikahan, Haruskah Dipertahankan ???

Indahnya Berbagi - Pernikahan merupakan tujuan yang sangat di nantikan oleh setiap pasangan. Pernikahan juga merupakan hal yang sakral, yang sebaiknya di pikirkan secara matang dan hanya di lakukan satu kali dalam seumur hidup.

Pernikahan adalah sebuah cita-cita setiap pasangan,
Jangan lakukan pernikahan karena keterpaksaan,
Melainkan karena percintaan dan keikhlasan,
Sebab itu akan menentukan hubungan harmonis di masa depan.
Ibnu Said

Di dalam pernikahan tentunya di setiap suku, daerah, dan negara atau dimanapun pastinya memiliki tradisi atau adat yang berbeda-beda dan memiliki keunikan tersendiri. Umumnya kebudayaan tersebut merupakan harga diri dan kehormatan bagi masyarakat setempat dan mereka akan berusaha menjaga agar kebanggaan tersebut tidaklah hilang atau punah.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika budaya yang selama ini dijunjung tinggi dari nenek moyang sampai generasi muda sekarang malah memberatkan dan tidak sejalan syariat Islam yang seharusnya menjadi panutan dalam keseharian kita.

Nah topik ini lah yang saya coba angkat sekiranya kita sebagai generasi muda berpikir jauh tentang maslahat/mudharat (kebaikan/keburukan) tentang apa yg kita jalankan. Janganlah kita sekedar mengikuti tradisi yang pada dasarnya kita tidak mengetahui sebenarnya esensinya apa.

Sebelum melaksanakan pernikahan atau yang dikenal dengan Ijab Kabul, sudah tentu harus memenuhi syarat. Salah satunya adalah Mahar (Mas kawin) atau UANG PANAIK.

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS.An-Nisaa ; 4)

Sahabat pembaca yang baik hati,

Pernahkah sahabat-sahabat mendengar kalimat tentang UANG PANAIK ?

Apa itu “Uang Panaik ?”

Bagi yang berasal dari suku Bugis  Makassar tentunya tidak asing lagi dengan kalimat tersebut. Kenapa…..???

Nah untuk mngetahui lebih jelasnya lagi, kita kaji dulu asal dari budaya yang satu ini.

 

1. Sejarah Uang Panaik dalam Perkawinan Adat Bugis Makasar.

Adat pemberian uang panaik diadopsi dari adat perkawinan suku Bugis asli. Uang panaik bermakna pemberian uang dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai wanita dengan tujuan sebagai penghormatan. Penghormatan yang dimaksudkan disini adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang panaik tersebut.

Fungsi uang panaik yang diberikan secara ekonomis membawa pergeseran kekayaan karena uang panaik yang diberikan mempunyai nilai tinggi. Secara sosial wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan dihormati. Secara keseluruhan uang panaik merupakan hadiah yang diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon istrinya untuk memenuhi keperluan pernikahan. 

 

2. Perbedaan Mahar dan Uang Panaik

Dalam adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu :

- Sompa / Dui' Manre' (Bugis)

Sompa atau mahar adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai syarat sahnya pernikahan MENURUT AJARAN ISLAM. Mahar dipegang oleh istri dan menjadi hak mutlak bagi dirinya sendiri. Sedangkan,

- Uang Panaik / Doe Balanja (Makassar)

Doe’ menre’ atau uang panaik/doi balanja adalah “uang antaran” yang harus diserahkan oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan untuk membiayai prosesi pesta pernikahan. Jadi uang panaik dipegang oleh orang tua istri dan digunakan untuk membiayai semua kebutuhan jalannya resepsi pernikahan.

TETAPI, SEBAGIAN ORANG BUGIS MAKASSAR MEMANDANG BAHWA NILAI KEWAJIBAN DALAM ADAT LEBIH TINGGI DARIPADA NILAI KEWAJIBAN DALAM SYARIAT ISLAM.

Sejatinya sebagai salah satu masyarakat yang dikenal paling kuat identitas keislamannya di Nusantara, seharusnya mereka lebih mementingkan nilai kewajiban syariat Islam daripada kewajiban menurut adat. Kewajiban mahar dalam syariat Islam merupakan syarat sah dalam perkawinan, sedangkan kewajiban memberikan uang panaik menurut adat, terutama dalam hal penentuan jumlah uang panaik, merupakan konstruksi dari masyarakat itu sendiri.

 

3. Jumlah Uang Panaik

Uang panaik yang diberikan oleh calon suami jumlahnya lebih banyak daripada mahar. Adapun kisaran jumlah uang panaik dimulai dari 25 sampai 30 juta, atau 50 juta dan bahkan ratusan juta rupiah. Hal ini dapat dilihat ketika proses negosiasi yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dalam menentukan kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar sejumlah uang panaik yang telah dipatok oleh pihak keluarga perempuan. Terkadang karena tingginya uang panaik yang dipatok oleh pihak keluarga calon istri, sehingga dalam kenyataannya banyak pemuda yang gagal menikah karena ketidakmampuannya memenuhi “uang panaik” yang dipatok, sementara pemuda dan si gadis telah lama menjalin hubungan yang serius. Dari sinilah terkadang muncul apa yang disebut silariang atau kawin lari (Nau’udzubillahi min dzalik)

" Sebaik-baik Wanita ialah yang paling ringan mas kawinnya ". (HR.Ath-Thabrani)

4. Tolak Ukur Tingginya Uang Panaik

Tinggi rendahnya Uang panaik merupakan bahasan yang paling mendapatkan perhatian dalam perkawinan Bugis Makassar. Sehingga sudah menjadi rahasia umum bahwa itu akan menjadi buah bibir bagi para tamu undangan. Adapun penyebab tingginya jumlah uang panaik tersebut disebabkan karena beberapa faktor diantaranya:

a. Status ekonomi keluarga calon istri

b. Jenjang pendidikan calon istri

c. Kondisi fisik calon istri

 

5. Besar Mudharat daripada Maslahat

Tingginya jumlah uang panaik memang beberapa mendatangkan maslahat (manfaat) karena dapat memotivasi para pemuda untuk bekerja keras dalam mempersiapkan diri menghadapi pernikahan. Selain itu, ada pula anggapan bahwa tingginya uang panaik dapat mengurangi tingkat perceraian dalam rumah tangga karena tentu seorang suami akan berpikir sepuluh kali untuk menikah lagi dengan pertimbangan jumlah uang panaik yang sangat tinggi. Mungkin kedua alasan tersebut memang benar. Tapi mari kita lihat dari sisi mudharatnya juga.

 

Pada kenyataannya banyak kita temukan pemuda yang gagal menikah akibat ketidakmampuannya memenuhi jumlah uang panaik yang dipatok oleh keluarga perempuan. Sementara si pemuda dan si gadis telah menjalin hubungan yang serius. Persoalannya tidak hanya sampai disitu, pemuda yang lamarannya ditolak tentu akan merasa malu dan harga dirinya direndahkan. Dari sinilah terkadang terjadi ‘kawin lari’. Kedua orang tua si gadis pun akan merasa dipermalukan dan merasa harga dirinya direndahkan.

 

Konsekuensi lain dari tingginya jumlah uang panaik adalah dapat menyebabkan terbukanya pintu-pintu kemaksiatan, misalnya si gadis hamil diluar nikah/zina (maaf) yang membuat orang tua si gadis mau atau tidak harus menyetujui pernikahan mereka, semakin banyaknya perawan tua yang berujung pada terjadinya fitnah yang tentunya dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat.

 

Nahhh teman-teman...setelah kita menelaah tentang budaya Uang panaik ini..muncullah sebuah pertanyaan yang menarik namun patut untuk kita renungkan.

‘MASIH PERLUKAH BUDAYA UANG PANAIK DIPERTAHANKAN ??

Jika masih perlu, BERIKUT SOLUSINYA ! KLIK DISINI !

http://viruscinta572.blogspot.com/2015/06/solusi-ero-pabunting-tapi-tena-doe-uang.html 

Sumber : http://digilib.sunan-ampel.ac.id/

0 Response to "Budaya Pernikahan, Haruskah Dipertahankan ???"

Posting Komentar

Jalin Silaturahmi & Indahnya Berbagi

Cari Blog Ini

    Warung Bebas TV Streaming

    Link Family

    http://viruscinta572.blogspot.com